ISLAM AGAMAKU - Kumandang adzan membahana, yang bergema hingga sudut-sudut kantor Lajnah Pentashihan Al Qur'an. Bergegas, para hafidz yang sedang sibuk bekerja, meninggalkan aktivitasnya, untuk kemudian mengambil air wudlu.
Mereka pun melaksanakan shalat fardlu berjamaah. Dan di antara mereka, tak ketinggalan Drs H Muhammad Shohib MA, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur'an. Dengan khusyu', mereka pun berserah diri di hadapan Allah SWT.
Itulah salah satu kenikmatan yang dirasakan oleh Muhammad Shohib, dalam keseharian menekuni bidang profesinya. Mereka, para pentashih Al Qur'an, punya tradisi yang lazim disebut da-imulwudlu, atau senantiasa menjaga wudlu.
Dirinya mengaku senang dan bahagia, setiap kali melihat kebiasaan teman-teman di tempat kerjanya. Begitu adzan terdengar, apapun yang sedang dikerjakan, langsung ditinggalkan, untuk selanjutnya berwudlu sebelum melaksanakan shalat jamaah.
"Ini nikmat yang sungguh luar biasa," katanya.
Ada lagi rutinitas yang selalu dikerjakan. Itu ketika hari Jumat tiba. Sebelum tiba waktu shalat Jumat, bila di masjid-masjid akan diputar bacaan Al Qur'an dari kaset, maka di kantor ini, para pegawailah yang membacakan langsung kalam Ilahi.
"Alhamdulillah, kebanyakan yang bekerja di lajnah ini adalah hafidz," jelas dia.
Muhammad Shohib sendiri telah menekuni bidang pentashihan selama lebih 25 tahun. Waktu yang tidak bisa dibilang sebentar ini, tentu bukan tanpa kiat untuk dilalui dengan sukses.
Nah, apa rahasianya? Menurutnya, selama bekerja pada profesi ini, dirinya selalu menempatkan diri sebagai khadimul Al Qur'an. Khadim dalam bahasa Indonesia adalah pelayan.
Tapi, "Saya merasa bahagia, bersyukur bergelut setiap hari dengan Al Qur'an," kata Muhammad Shohib. Dan ia pun ingin berbagi kebahagiaan itu, maka diajaklah teman-temannya untuk memosisikan diri sebagai khadimul Qur'an (pelayan Al Qur'an) pula.
Khadimul di sini adalah yang mutawadhi'u (rendah hati) terhadap Al Qur'an. Maka itu, dalam keseharian, dia dan rekan yang lain, selalu 'bersama' Al Qur'an, berusaha berperilaku sesuai tuntunan Al Qur'an.
Dengan begitu, dia berharap, ada dampak yang dirasakan dari ketekunan mentashih Al Qur'an yang selama ini digeluti. Diakui, secara spiritual, dampak Al Qur'an sungguh besar kepada perilaku. "Saya mendapatkan kepuasaan batin," ungkapnya, penuh syukur.
Itulah pengalaman batin yang dirasakan selama lebih 25 tahun menekuni bidang pentashihan Al Qur'an. Secara umum, ada kedamainan di dalam hati, juga istikomah sekaligus ketenangan batin.
"Karena bagi seorang hamba Allah SWT, yang diharapkan adalah kedamaian batin. Saya merasa damai sekali," ucap dia.
Lantas, apa hikmah terbesar yang dirasakan dari Al Qur'an? "Pertama, sabar. Yang kedua, berpikir positif. Jadi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai harapan, kita bertawakkal. Yakinlah di balik itu ada rahasia Allah SWT," katanya.
Kadang, di sela-sela pentashihan, ayah empat anak ini juga menyempatkan membaca Al Qur'an. Pada saat itulah, dia kerap menemukan sentuhan dan hidayah dari Al Qur'an.
"Saya merasa, yang paling penting bagi seseorang dalam menjalani hidup ini adalah dengan kedamaian, istikomah dan ketenangan batin tadi," ujarnya menambahkan.
Apa yang membuat dirinya merasa tenang adalah karena produk yang dihasilkan dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an, jelas-jelas dimanfaatkan orang banyak. Sedikit saja ada kelalaian, maka akan sangat merugikan banyak orang.
"Karena itulah, pekerjaan ini memelukan kehati-hatian yang sangat tinggi dan konsentrasi penuh," ungkap dia lagi.
Hanya saja, Muhammad Shohib mengingatkan agar diri jangan takabbur, jangan sekali-kali mengatakan yang sudah dilakukan, pasti bermanfaat. Di sinilah, tegasnya, pentingnya filosofi hidup rajulun mutawadhi'u (menjadi orang yang rendah hati).
Mereka pun melaksanakan shalat fardlu berjamaah. Dan di antara mereka, tak ketinggalan Drs H Muhammad Shohib MA, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur'an. Dengan khusyu', mereka pun berserah diri di hadapan Allah SWT.
Itulah salah satu kenikmatan yang dirasakan oleh Muhammad Shohib, dalam keseharian menekuni bidang profesinya. Mereka, para pentashih Al Qur'an, punya tradisi yang lazim disebut da-imulwudlu, atau senantiasa menjaga wudlu.
Dirinya mengaku senang dan bahagia, setiap kali melihat kebiasaan teman-teman di tempat kerjanya. Begitu adzan terdengar, apapun yang sedang dikerjakan, langsung ditinggalkan, untuk selanjutnya berwudlu sebelum melaksanakan shalat jamaah.
"Ini nikmat yang sungguh luar biasa," katanya.
Ada lagi rutinitas yang selalu dikerjakan. Itu ketika hari Jumat tiba. Sebelum tiba waktu shalat Jumat, bila di masjid-masjid akan diputar bacaan Al Qur'an dari kaset, maka di kantor ini, para pegawailah yang membacakan langsung kalam Ilahi.
"Alhamdulillah, kebanyakan yang bekerja di lajnah ini adalah hafidz," jelas dia.
Muhammad Shohib sendiri telah menekuni bidang pentashihan selama lebih 25 tahun. Waktu yang tidak bisa dibilang sebentar ini, tentu bukan tanpa kiat untuk dilalui dengan sukses.
Nah, apa rahasianya? Menurutnya, selama bekerja pada profesi ini, dirinya selalu menempatkan diri sebagai khadimul Al Qur'an. Khadim dalam bahasa Indonesia adalah pelayan.
Tapi, "Saya merasa bahagia, bersyukur bergelut setiap hari dengan Al Qur'an," kata Muhammad Shohib. Dan ia pun ingin berbagi kebahagiaan itu, maka diajaklah teman-temannya untuk memosisikan diri sebagai khadimul Qur'an (pelayan Al Qur'an) pula.
Khadimul di sini adalah yang mutawadhi'u (rendah hati) terhadap Al Qur'an. Maka itu, dalam keseharian, dia dan rekan yang lain, selalu 'bersama' Al Qur'an, berusaha berperilaku sesuai tuntunan Al Qur'an.
Dengan begitu, dia berharap, ada dampak yang dirasakan dari ketekunan mentashih Al Qur'an yang selama ini digeluti. Diakui, secara spiritual, dampak Al Qur'an sungguh besar kepada perilaku. "Saya mendapatkan kepuasaan batin," ungkapnya, penuh syukur.
Itulah pengalaman batin yang dirasakan selama lebih 25 tahun menekuni bidang pentashihan Al Qur'an. Secara umum, ada kedamainan di dalam hati, juga istikomah sekaligus ketenangan batin.
"Karena bagi seorang hamba Allah SWT, yang diharapkan adalah kedamaian batin. Saya merasa damai sekali," ucap dia.
Lantas, apa hikmah terbesar yang dirasakan dari Al Qur'an? "Pertama, sabar. Yang kedua, berpikir positif. Jadi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai harapan, kita bertawakkal. Yakinlah di balik itu ada rahasia Allah SWT," katanya.
Kadang, di sela-sela pentashihan, ayah empat anak ini juga menyempatkan membaca Al Qur'an. Pada saat itulah, dia kerap menemukan sentuhan dan hidayah dari Al Qur'an.
"Saya merasa, yang paling penting bagi seseorang dalam menjalani hidup ini adalah dengan kedamaian, istikomah dan ketenangan batin tadi," ujarnya menambahkan.
Apa yang membuat dirinya merasa tenang adalah karena produk yang dihasilkan dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an, jelas-jelas dimanfaatkan orang banyak. Sedikit saja ada kelalaian, maka akan sangat merugikan banyak orang.
"Karena itulah, pekerjaan ini memelukan kehati-hatian yang sangat tinggi dan konsentrasi penuh," ungkap dia lagi.
Hanya saja, Muhammad Shohib mengingatkan agar diri jangan takabbur, jangan sekali-kali mengatakan yang sudah dilakukan, pasti bermanfaat. Di sinilah, tegasnya, pentingnya filosofi hidup rajulun mutawadhi'u (menjadi orang yang rendah hati).
No comments:
Post a Comment