Saturday, 30 April 2011

Kemenbudpar : Yang Diakui UNESCO Saman Orisional,”Gayo”

Kemenbudpar : Yang Diakui UNESCO Saman Orisional,”Gayo”
Published on April 29, 2011 by Lovegayo   
http://www.lovegayo.com/wp-content/uploads/2011/04/Saman-Unesco-KHA_6751-300x199.jpg




Jakarta | Lintas Gayo : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) menyatakan tari saman yang berasal dari Gayo NAD yang ditarikan oleh para penari laki-laki telah didaftarkan dan segera diakui oleh Unesco.
“Jenis tari Saman yang segera diakui Unesco adalah versi aslinya yang berasal dan dikembangkan di Gayo yang ditarikan oleh laki-laki,” kata Direktur Jenderal Pemasaran Kemenbudpar, Sapta Nirwandar, di Jakarta, Kamis. (28/4) Ia mengatakan, pihaknya melalui Direktorat Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF) telah mengkaji dan melengkapi persyaratan pendaftaran tari Saman agar dapat dikukuhkan sebagai warisan budaya oleh Unesco.
Setelah melalui berbagai proses, tari saman tersebut segera ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda oleh Unesco pada akhir tahun ini. “Memang pada perkembangannya tari Saman itu diadopsi dan dikembangkan namun tetap originalnya itu yang kami daftarkan,” katanya.
Rencananya Tari Saman yang berasal dari Provinsi Aceh Darussalam akan diakui dan dikukuhkan oleh badan PBB, UNESCO, sebagai warisan budaya dunia tak benda pada November 2011. Dengan segera diakuinya Tari Saman maka sudah semakin banyak karya budaya bangsa Indonesia yang telah diakui UNESCO termasuk sebelumnya wayang, keris, batik, dan angklung.
Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya (UNESCO) itu akan mengumumkan pengakuan terhadap Tari Saman sebagai intangible heritage di Bali.
Perjuangan untuk mendaftarkan tari Saman tersebut telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu hingga akhirnya segera diakui masuk dalam “Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity”.
Pihaknya mencatat warisan dunia sampai saat ini sudah sebanyak 890 situs dengan 689 berupa warisan budaya, 176 warisan alam dan 25 campuran antara warisan budaya dan warisan alam. Di antara jumlah itu, warisan dunia yang dimiliki Indonesia sudah sebanyak 11 buah, 4 di antaranya berupa alam, 3 cagar budaya, dan 4 karya budaya takbenda.
Untuk warisan dunia berupa alam terdiri atas Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Taman Nasional Lorentz, Papua dan Hutan Tropis Sumatera (Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan).
Sementara untuk cagar alam yakni Kompleks Candi Borobudur yang diakui UNESCO sejak 1991, Kompleks Candi Prambanan (1991) dan situs prasejarah Sangiran. Karya budaya takbenda milik Indonesia yang sudah dan akan diakui UNESCO yakni wayang (masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity, 2003), keris (masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity, 2005), batik (representative list of the intangible cultural heritage of humanity, 2009) dan angklung (representative list of the intangible cultural heritage of humanity, 18 November 2010). (Pusformas)
Saman Gayo Simbul Persahabatan Dalam “Kitab Cinta”
Published on April 29, 2011 by Lovegayo   
http://www.lovegayo.com/wp-content/uploads/2011/04/kitabcinta_thumb_medium380_0-atjehpost-300x147.jpg



Banda Aceh : Sinetron Malaysia berjudul “kitab Cinta” turut menampilkan kesenian Saman Gayo Sanggar Seribu Bukit Banda Aceh. Tarian  Saman Gayo tampil seagai rangkaian prosesi cerita garapan Sutradara terbaik Eimma Fatima yang memperoleh Screen Awards 2009 di Malaysia.
Katanya, kisah sinetron yang dibuatnya akan mengangkat kehidupan Aceh pasca Tsunami dari sisi sosial, ekonomi, dan budaya. “Kehadiran Saman Gayo untuk kiasan pertemuan persahabatan Aceh-Malaysia,” kata Eirma dilokasi Shooting di kampus Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Kamis (28/4) malam.
Kata Eirma, rencana pihaknya akan melakukan pengambilan gambar di beberapa titik di Banda Aceh dan Aceh Besar yang meliputi  pingggir Laut, Kampus, Bandara SIM, Mesjid, Musium Tsunami, perkampungan Batee Linteung, perkampungan Rukoh, dan beberapa area lepas lainnya.
”Sinetron ini sebagai bagian yang penting disampaikan untuk masyarakat luas, bagaiamana Aceh Pasca Tsunami, pengambilan gambar juga dilakukan di malaysia” lanjutnya.
Sementara saat diminta pendapatnya, ketua Saman Gayo Seribu Bukit, Sukri Sobat Padi mengatakan, pihaknya cukup senang dapat membantu sinetron Kitab Cinta, karena akan diputar di Malaysia. Mereka sendiri memang sedang konsen melakukan kerjasama dengan beberapa pihak untuk ’meluruskan’ Saman Gayoyang selama ini kerap kali namanya ’dicaplok’ oleh tarian sejenis. ”Alhamdulillah Saman Gayo dilibatkan dalam sinetron Malaysia ini,” kata Sukri.
Sinetron Kitab Cinta dibintangi oleh artis cantik Malaysia Fazura dan bintang sinetron dari Jakarta Hardi dan Vergi. Sedangkan figuran dibintangi Artis Malaysia Siti Nur Jannah, Rosanna Ainuddin, dan beberapa pemain asal Aceh. (Jauhari Samalanga/www.atjehpost.com)


Monday, 25 April 2011

Pendidikan di Persimpangan Jalan ???

Senin, 29/03/2010 18:15 WIB
Pendidikan di Persimpangan Jalan
Yogie Suryo - suaraPembaca



Jakarta - Pendidikan yang sejatinya adalah hak bagi setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayainya seperti yang tertulis dalam pasal 31 UUD 45. Akan tetapi kini pemerintah lebih memilih untuk menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS).

Pada perjanjian World Trade Organisation (WTO) itulah awal dari skenario liberalisasi di Tanah Air. Padahal pendidikan adalah tanggung jawab negara.

Salah satu bunyi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa". Dari bunyi tersebut jelas bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan nasional. Namun, menjadi hal yang ironis jika mencermati duka nestapa pendidikan kita pada saat ini.

Ketidakmampuan negara dalam memulihkan keadaan telah berdampak besar terhadap dunia pendidikan. Dengan tingkat inflasi yang besar sementara subsidi dan kenaikan anggaran pendidikan yang tidak seimbang telah memaksa berbagai institusi pendidikan untuk mencari sumber pendanaan lain yang kreatif.

Namun, lagi-lagi para pengelola pendidikan tidak ingin berpikir panjang dan membebankan kekurangan dana pendidikan pada dana masyarakat. Salah satu dari dana masyarakat tersebut adalah melalui peserta didik.

Hal ini terjadi baik pada pendidikan dasar dan menengah maupun sampai pada pendidikan tinggi. Akibatnya di tengah keterpurukan bangsa justru banyak generasi penerus bangsa yang harus putus sekolah. Sementara di sisi lain mereka adalah calon-calon pemimpin bangsa di masa depan.

Pendidikan dan KebudayaanPada zaman dahulu pendidikan itu tidak bisa dipisahkan dari yang namanya kebudayaan. Begitu juga sebaliknya kebudayaan pun tak dapat dipisahkan dari pendidikan.

Dengan demikian pendidikan itu merupakan suatu proses memanusiakan manusia yang tidak dapat melepaskan diri dari kebudayaan. Kebudayaan juga tidak dapat memisahkan diri dari pendidikan. Karena itu salah  departemen kita dulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun, pada zaman setelah orde baru selesai, sebut saja pada masa Pemerintahan Gus Dur, istilah merekatnya pendidikan dan kebudayaan menjadi tidak lagi inheren. Hal itu membuat dunia pendidikan Indonesia menjadi tidak karuan saat ini.

Timbulnya kapitalisasi dan kesenjangan di sana–sini salah satu contohnya seperti berdirinya SBI (sekolah bertaraf internasional) di SMP dan SMA negeri belakangan ini dengan biaya yang lebih mahal dan penerapan kurikulum dengan standar internasional (menggunakan Bahasa Inggris dan sebagainya).

Hal ini memperjelas bahwa telah terbentuknya pemilahan dengan berbagai strata yang membiaskan tujuan serta hakikat pendidikan sebenarnya.

Fenomena Bimbingan Belajar

Menjamurnya bimbingan belajar saat ini menjadikan suatu fenomena menarik dan catatan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini dibarengi oleh naiknya tingkat kesukaran yang harus ditempuh siswa untuk mendapatkan predikat lulus ujian akhir nasional dan proses SNMPTN atau ujian tertulis lainnya untuk masuk PTN.

Bimbingan belajar atau les seolah menjadi simbol status dan indikasi bahwa masyarakat menjadi care dengan dunia pendidikan. Karena, dengan demikian sistem dan syarat kelulusan menjadi tantangan bagi siswa.

Namun, di sisi lain sekolah merupakan tempat resmi untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dan proses–proses pendidikan lainnya. Terutama di sekolah negeri. Merekalah yang seharusnya memiliki otoritas sebagai tempat untuk menyelenggarakan pendidikan akhirnya pun dipertanyakan peranannya.

Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan belajar. Terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hal ini terjadi karena para siswa merasa tidak puas dengan pengajaran yang diberikan guru–guru mereka di dalam bangku sekolah.

Pada kenyataannya bimbingan belajar tidak hanya memberikan materi pembelajaran semata. Tetapi, juga memberikan dan menyampaikan metode tentang kiat belajar yang efektif. Kiat-kiat menghadapi ujian nasional. Cara–cara praktis menjawab soal dan sebagainya yang tidak diberikan di dalam bangku sekolah pada umumnya.

Bicara mengenai pendidikan tidak seperti bicara 'dua kali dua sama dengan empat'. Tetapi, pendidikan itu banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan menentukannya. Kembali lagi ke sistem yang dijadikan sebagai akar rumput ke mana pendidikan ini akan mengarah, dan pendidikan senantiasa mengantarkan perubahan dalam suatu bangsa.

Yogie Suryo
Jl Antariksa Gg Pluto No 1 Ngoresan Jebres Solo
yogie.tekkimuns@yahoo.co.id
085725080623

UJIAN NASIONAL /UN DIPERSIMPANGAN

Jumat, 22 Januari 2010

UJIAN NASIONAL DIPERSIMPANGAN

Beberapa tahun lalu ketika pemerintah memutuskan untuk mewajibkan pendidikan dasar menjadi (Wajar Dikdas) sembilan tahun, ibu penulis yang kebetulan seorang guru Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Blitar bergumam menjadi kurang semangat mengajar, sebab bersamaan dengan itu EBTANAS atau Ujian Nasional (UN) istilah saat ini, menjadi tidak nilai murni lagi. Terlalu banyak rekayasa dan campur tangan sehingga Nilai Ebtanas Murni (NEM)/NUAN menjadi tidak murni lagi. Seluruh siswa SD seakan-akan harus lulus sebab mereka wajib melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SLTP, kalau ada siswa SD tidak lulus dikhawatirkan mereka menjadi tidak melanjutkan sekolah lagi. Berdasar pemikiran itulah muncul istilah “tahu sama tahu antar pengawas ujian” dan juga pihak-pihak terkait.


Hari-hari ini kontroversi perlu tidaknya UN dijadikan tolok ukur kelulusan siswa SLTP dan SLTA masih terus berlangsung, muncul gerakan pro dan kontra, tidak cukup hanya gugatan di Pengadilan Negeri bahkan tuntutan itu sampai juga ke MA, sampai pada akhirnya munculah keputusan UN tidak bisa dijadikan standar kelulusan sebelum pemerintah membenahi standar pendidikan kita secara merata.

Bagi yang setuju dengan UN mereka beralasan bahwa pertama pendidikan yang baik harus mempunyai tolok ukur penilaian, selain digunakan untuk menilai tingkat kecerdasan masing-masing siswa juga dengan UN bisa menilai tingkat keberhasilan sekolah, guru khususnya dalam menyampaikan mata pelajaran tertentu. Tolok ukurnya harus jelas siapa mendapat berapa, siapa berhasil dibidang apa dan bukti-bukti numerik lainnya.

Kedua, para ahli pengukuran berpendapat bahwa hasil ujian adalah tolok ukur kemampuan maksimal artinya seseorang akan mengeluarkan seluruh kemampuannya dalam kondisi dan situasi diuji, sehingga tidak bisa diterima alasan ketika hasil sudah diketahui kemudian mereka berkata bahwa sebenarnya kemampuannya lebih dari itu sebab waktu itu begini dan begitu. Tidak ada alasan kegagalan siswa dalam UN sebab UN sudah dipersiapkan dan diumumkan pelaksanaannya jauh hari sebelumnya, bahkan yang terjadi di negara kita ada ujian pra UN sebagai latihan.

Ketiga, UN memberikan arah dan memacu semangat guru terhadap kinerjanya selama ini. Tolok ukur hasil akhir lebih mudah dipahami sebab tolok ukur proses selama ini kurang begitu dikenal. Tidak peduli bagaimana prosesnya yang terpenting hasil akhirnya, siapa nilainya berapa secara numerik. Berapa nilai standar minimal yang dipatok secara nasional, lalu memacu nilai di atas standar nasional adalah motivasi tersendiri bagi para guru. Dalam hal ini proses pembelajaran mengarah kepada pencapaian nilai standar mata pelajaran yang ikut UN, bahkan sudah menjadi rahasia umum bila mata pelajaran UN sajalah yang dianggap penting dan perlu diperdalam dalam les, privat atau bimbingan belajar, mata pelajaran dan bahkan guru mata pelajaran di luar UN menjadi kurang penting atau sekedar pelengkap.

Kembali ke Tujuan Pendidikan

Hirukpikuk dan kontroversi UN seakan-akan telah melupakan kepada tujuan dari proses pembelajaran kita semua. Hidup mati seorang siswa, sukses atau gagal seseorang akan ditentukan satu-satunya oleh hasil UN. Kegagalan dan ketidak lulusan seseorang seakan akhir dari segalanya sehingga menjadi miris membaca berita dramatisasi tentang UN. Sebagian masyarakat sendiri akhirnya juga mengganggap seseorang itu sangat bodoh bila gagal lulus sekolah, padahal mengapa meski harus seperti itu ?

Sebagai bagian dari masyarakat penulis berpendapat, pertama, UN hendaklah tetap dilaksanakan namun jangan menjadikan UN sebagai satu-satunya tolok ukur untuk meluluskan seorang siswa. Menjadi tidak fair juga rasanya belajar selama bertahun-tahun, pada akhirnya seorang siswa ditentukan nasibnya oleh UN beberapa hari saja. Proses pembelajaran selama bertahun-tahun yang dilakukan seakan sia-sia sebab mereka dinyatakan tidak lulus sebab salah satu mata pelajarannya kurang dari 0,01 nilainya. Guru dan sekolah bersama dengan Dewan Pendidikan perlu diajak bicara dalam kontek mencari formula baru bagi kelulusan siswa. Nilai UN hanya dijadikan persebaran pemerataan pendidikan.

Kedua, guru dan kepala sekolah hendaklah tidak serta merta diberi sangsi bila anak didiknya banyak mendapat nilai di bawah nilai standar, demikian juga sebaliknya guru dan kepala sekolah juga tidak serta merta mendapat hadiah dan pujian karena anak didiknya mendapat nilai bagus dalam UN. Harus dicermati lebih mendalam lagi kasus per kasus. Secara perlahan kita semua juga harus belajar dan memahami bahwa masing-masing sekolah mendapatkan input siswa yang beragam tingkat kecerdasannya. Adalah wajar bila sekolah favorit mendapat nilai rata-rata di atas sekolah biasa sebab sejak awal input siswanya juga di atas rata-rata, menjadi celaka bila terjadi sebaliknya. Mestinya justru sekolah yang sebagian besar siswanya dibawah standar lah yang harus mendapat perhatian lebih, mulai dari tingkat gizi siswanya, kesejahteraan gurunya, sarana pra sarananya dan semua aspek yang dicurigai sebagai penyebab kegagalan harus ditinjau dan untuk selanjutnya dibantu untuk dibenahi.

Sangsi karena kegagalan siswa mendapat nilai di atas standar dan hadiah atas keberhasilan mendapat nilai tinggi seringkali mendorong sekolah dan guru secara instans melakukan berbagai cara yang kurang terpuji, hal ini yang dirasakan belajar dari kasus UN tahun-tahun lalu. Ada beberapa sekolah favorit yang siswanya tidak lulus 100 %, UN yang diulang dibeberapa sekolah unggulan, kunci palsu yang beredar sebelum ujian, pengawas independent yang tidak boleh mengawasi, kongkalikong antar pengawas dan berbagai kelemahan yang mencuat pada pelaksanaan UN tahun kemarin. Meskipun masih sulit rasanya untuk memahami mengapa kalau behasil tidak perlu di puji ?

Ketiga, dalam kasus ini media massa juga berperan melanggengkan pemahaman yang kurang pas kepada masyarakat, setidaknya media berkontribusi melanggengkan pemikiran bahwa hasil akhir lebih penting daripada proses. Biasanya yang terjadi sesaat setelah musim pengumuman UN mereka yang mendapat nilai UN tertinggi akan mendapat ekspose besar-besaran akan keberhasilannya dan sebaliknya sekolah yang banyak tidak lulus siswanya akan diekspose sebagai sekolah yang gagal, tidak pernah secara fair ditelisik bagaimana dahulu input dari para siswanya, bagaimana kondisi proses pembelajarannya.

Akhirnya, tetaplah bersemangat mengajar dan mendidik ibuku, sebab pendidikan kita adalah pendidikan yang menyiapkan kader bangsa yang beriman dan bertaqwa, manusia seutuhnya, cakap, mandiri, generasi yang kreatif, inovatif, demokratis, disiplin, cerdas, dan seluruh tujuan-tujuan pendidikan dalam konstitusi negara, bukan sekedar kader bangsa yang pandai menjawab soal ujian mata pelajaran UN. Beri apresiasi sewajarnya saja tidak perlu berlebihan.

Selamat mempersiapkan ujian, semoga berhasil.

Wallahu a’lam bisidqi

Cara Mengubah Tampilan Facebook

Cara Mengubah Tampilan Facebook

PDFCetakE-mail
Hmmm, bicara masalah facebook, mungkin sebagian besar sudah tidak asing lagi. Ya kan.?


Tapi sadarkah rekan-rekan bahwa facebook sedang melakukan perubahan tampilan.? Atau bahkan ada yang sampai penasaran gimana cara mengganti tampilan facebook.? Sabar – sabar, akan kita coba setelah ini.
Perubahan tampilan facebook dilakukan secara bertahap, oleh karena itulah  kita tidak melihat perubahan secara drastis, namun bagi rekan-rekan yang sudah tidak sabaran ingin mengubah tampilan facebooknya ke tampilan yang baru, mari kita coba.!!
Bagaimana mengubah tampilan facebook ke tampilan baru.?
  1. Untuk dapat menikmati tampilan facebook terbaru, pertama-tama, kunjungi alamat berikut http://www.facebook.com/about/profile/
  2. Kemudian klik get the new profile












3. Kita akan diarahkan ke profile kita dengan tampilan facebook yang baru.Lihat perubahannya



















Fasilitas Pada Tampilan Facebook Terbaru
  1. Mulai dengan kilasan
    Profil Anda dibuka dengan kilasan tentang siapa Anda sehingga teman-teman Anda dapat mudah mengetahui di mana Anda tinggal sekarang, di mana Anda bekerja, dan lain sebagainya. Koleksi foto terbaru yang bertanda Anda juga menunjukkan apa yang sedang Anda lakukan baru-baru ini.
  2. Bagikan pengalaman anda
    Berikan gambaran lebih lengkap tentang cara Anda menghabiskan waktu, termasuk proyek Anda di kantor, kelas yang Anda ambil dan aktivitas lain yang Anda nikmati (seperti hiking atau membaca, Anda bahkan dapat menyertakan teman yang mengalami pengalaman yang sama.
  3. Temukan kesamaan minat
    Pajang hal-hal yang paling Anda perhatikan dan terhubung dengan teman yang memiliki minat yang sama, termasuk tim olah raga, orang yang menginspirasi Anda dan lainnya. Minat Anda yang paling kuat sekarang muncul sebagai deretan gambar – seret dan jatuhkan untuk menjadikan favorit Anda sebagai nomor satu.
  4. Menyorot hubungan yang bermakna
    Hubungan dengan teman dekat bisa sama pentingnya dengan keluarga. Sekarang Anda dapat menyorot anggota keluarga dan orang penting lainnya dalam hidup Anda, seperti teman dekat Anda atau rekan kerja – semuanya di profil Anda.
  5. Tampilkan bagaimana anda terhubung dengan teman
    Kunjungi profil teman dan lihat semua hal yang Anda bagi bersama
Artikel diatas, saya kutip langsung dari link http://www.facebook.com/about/profile/, silahkan kunjungi link tersebut untuk mengetahui lebih lanjut.
Lebih lengkapnya rekan-rekan dapat mengklik tombol tour untuk melihat fasilitas apa saja yang ada

Kapitalisme "The Satanic Ideology"


ReviewReviewReviewReviewReviewKapitalisme "The Satanic Ideology"Sep 4, '07 11:21 PM
for everyone
Category:Books
Genre: History
Author:Umar Abdullah
Kapitalisme Cacat Sejak Lahir

Judul Buku : Kapitalisme, “The Satanic Ideology”
Penulis : Umar Abdullah
Editor : Lathifah Musa
Penerbit : el-Moesa Press, 2007
Tebal : 79 halaman
Pemesanan : e-Moesa Press, Komplek Laladon Permai H-5 Bogor. Telp: 0856-287-5954. e-mail: el_moesa@yahoo.com


Kapitalisme yang saat ini menjadi sistem kehidupan yang diterapkan di banyak negara di dunia ini, sejatinya memiliki sejarah panjang nan gelap. Sistem kehidupan yang berakidah sekularisme ini telah menorehkan catatan berdarah dalam upaya penerapannya di banyak negara. Seperti disampaikan penulisnya pada bagian buku ini dengan mengungkapkan proses berdirinya negara Amerika dan Perancis. Di kedua negara tersebut, terjadi revolusi berdarah untuk mewujudkan sekularisme-liberalisme yang merupakan akidah dari Kapitalisme.

Di Amerika pada tahun 1775 meletuslah Perang Revolusi. Perang Revolusi ini berawal dari pertempuran Lexington dan Concord. Dan setahun kemudian (1776) Amerika mendeklarasikan kemerdekaannya dari Inggris. Slogan-slogan Hak –hak Asasi Manusia diangkat dalam Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) Amerika yang ditulis oleh Thomas Jefferson. Thomas Jefferson dianggap juru bicara kebebasan manusia. (hlm., 45)

Di Perancis, pada tahun 1789 pecah Revolusi Perancis yang mengusung jargon ”Liberty, Egality, Fraternity”. Sistem Feodal dihapus dan diproklamasikan Hak-hak Asasi Manusia. Raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette dieksekusi bersama ribuan penduduk Perancis lainnya. Sebuah revolusi ideologis yang sangat berdarah. (hlm., 46)

Berbeda dengan Islam, Revolusi Islam tanpa kekerasan dan darah. Rasulullah saw. ketika hendak menyampaikan Islam dan ingin menjadikan Islam sebagai ideologi negara, menjadikan jalan merangkul ahlul quwwah (pemilik kekuasaan) dari kabilah-kabilah dari Madinah yang melakukan haji ke Mekkah. Mereka diberikan pemahaman tentang ajaran Islam dengan cara yang sangat baik. Setelah Baiat Aqabah pertama (12 orang penduduk Madinah yang memeluk Islam berjanji dengan Muhammad saw. untuk tidak menyekutukan Allah Swt., tidak berzina, dan bentuk maksiat lainnya), Rasulullah saw. kemudian mengutus Mush’ab bin Umair untuk menyampaikan Islam ke penduduk Yastrib (Madinah).

Alhamdulillah, dakwah Mush’ab mendapat sambutan dari banyak penduduk Madinah (terutama kalangan tokohnya) hingga kemudian pada musim haji tahun berikutnya 75 rombongan dari Madinah (73 laki-laki dan 2 orang wanita), melakukan Baiat Aqabah II dengan Nabi Muhammad saw. Pada Baiat Aqabah kedua ini, Rasulullah saw. Bukan hanya membicarakan dakwah, tapi sekaligus menyusun strategi agar Islam bisa diterapkan sebagai pondasi sebuah negara. Atas pertolongan Allah, seluruh pemuka masyarakat dari Madinah ini menyetujui. Singkat kata, negara Islam berdiri di Madinah tak lama setelah Rasulullah saw. berhijrah ke sana. Subhanallah, inilah revolusi Islam yang tak perlu mengucurkan darah. Bahkan ketika futuh (penaklukan) Mekah pun, sama sekali tak ada darah yang menetes. Islam datang dengan damai. Jika pun terjadi pertempuran, itu lebih karena pihak musuh terlebih dahulu menantang Islam ketika Islam sudah menjadi dasar negara di Madinah. Tentu saja tantangan perang dari musuh-musuh Islam itu harus dilayani dengan mengangkat senjata pula sebagai pilihan logis supaya kedaulatan Islam tetap berdiri tegak.

Buku ini cukup bagus mengupas fakta dengan lengkap dan detil. Hanya saja, dari sisi bahasa, buku ini terasa ”lurus” karena didominasi data-data yang sepertinya begitu saja dicantumkan tanpa dikemas ulang dengan gaya bahasa penulisnya. Sehingga membaca buku ini seperti sedang membaca kumpulan fakta yang disatukan dalam satu buku. Meski saling bertautan tapi rasa bahasanya kurang ’hidup’. Namun demikian, hal ini tidak mengurangi bobot dari buku ini karena data yang dicantumkan sangat bagus dan diperlukan bagi para pejuang Islam yang berupaya menyerang Kapitalisme-Sekularisme ini. Bekal untuk dakwah dan mengemasnya kembali untuk kemudian disampaikan kepada masyarakat secara umum.

Ada kabar gembira bagi Anda yang masih belum puas dengan membaca buku ini, karena el-Moesa Production dalam waktu dekat akan segera meluncurkan karya ini dalam bentuk visual, format VCD. Kita nantikan saja. Semoga buku dan VCD ini nantinya menjadi penyemangat dan penambah wawasan untuk menghancurkan bersama-sama the satanic ideology tersebut. Percayalah, meski Kapitalisme tampak digdaya saat ini dan diperjuangkan serta diterapkan banyak negara, tapi Kapitalisme dibangun di atas pondasi yang sangat rapuh. Menurut George Ritzer dan Douglas J Goodman (keduanya pakar sosiologi) menjelaskan dalam bukunya (Modern Sociological Theory) bahwa Kapitalisme cenderung menaburkan bibit kehancuran bagi dirinya sendiri. Ya, Kapitalisme memang sudah cacat sejak lahir. Jadi insya Allah seharusnya akan lebih gampang untuk menguburnya. Allahu Akbar! [O. Solihin]


Sponsored Links
jual KPOP, kosmetik, sepatu, dresses, tas ,aksesoris, barang unik import dari korea,usa, china dan jepang asli
 
Cari clodi & insert? Kami distributor resmi Enphilia & sole distributor Juno Microfiber insert. Enphilia mulai dari 35rb & Juno insert cuma 15rb! Reseller are welcome!
fida77 wrote on Sep 5, '07
wah nilainya 5 bintang, bener2 kudu punya bukunya niy... trims Kang Oleh n' salaam ukhuwah
prokhilafah wrote on Sep 12, '07
Berapa harganya Kang?
kopiradix wrote on Apr 1, '08
kalo kang Oleh kasih bintang lima, harus beli nih
telagaalkautsar wrote on May 13, '08
Laladon euy ..deket pisan ieu mah ma imah urang ..... :D
rachmatsunnara wrote on Oct 15, '08
sy kasih bintang tujuh saja, semoga bisa menjadi penawar pusing pening kepala para penguasa komprador kapitalis yg membebek pada Barat...
miatinarevolt wrote on Jan 7, '09
Tumbangkan kapitalisme, Tegakkan Khilafah Islamiyyah, Hidupkan Syariat Islam, bersama Hizbud Dakwah Islam (HDI).
kopiradix wrote on Jan 7, '09
ReviewReviewReviewReviewReview
Subhanallah, ada VCD-nya juga ya? Mantap
Add a Comment
How would you rate this book? (optional)

0 out of 5 stars
   

Pendidikan ‘made in’ Kapitalisme

Pendidikan ‘made in’ Kapitalisme

PDFCetakE-mail



STUDIA Edisi 300/Tahun ke-7 (3 Juli 2006)

Ujian Akhir Nasional sudah digelar. Hasilnya pun sudah bisa dilihat. Ada tawa bahagia dari peserta (tentu bagi yang lulus dong. Kalo yang nggak lulus tertawa bahagia itu namanya abnormal). But, ada juga yang merasa kecewa, sedih dan nggak nyangka kalo sampe nggak lulus UAN. Malah lebih parah lagi ada yang udah diterima di perguruan tinggi negeri melalui sistem PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), eh, UAN-nya dinyatakan nggak lulus. Gimana tuh? Bingung kan?

Ada dari teman kita di sebuah sekolah kejuruan teknik di Bekasi yang nggak terima hasil UAN-nya jeblok lalu nekat ampir menggosongkan sekolahnya sendiri. Meski aksinya nggak sampe bener-bener ngebakar sekolahnya seperti yang dibombastiskan beritanya di media massa—karena faktanya cuma komputer, printer, dan sejumlah arsip di sebuah ruangan sekolah yang ludes dilalap api—tapi jelas kalo itu adalah reaksi yang negatif banget. Bahkan ada juga teman kita yang gelap pikirannya, hingga nekat mau bunuh diri. Aduh, kasihan banget ya?

Ya, berat memang beban mereka, apalagi yang nggak lulus hanya karena nilai satu mata pelajarannya jeblok. Seperti teman kita, Bayu Taruna, yang malah udah keterima di Universitas Brawijaya, Malang, tapi di sekolahnya, SMAN 71 Duren Sawit Jakarta Timur, Bayu dinyatakan nggak lulus UAN, karena nilai pelajaran Matematika yang berhasil diraih Bayu hanya 4,0. Meski nilai Bahasa Inggrisnya 9,2 dan Bahasa Indonesia 8,2, Bayu tetap dinyatakan nggak lulus. Duh, gimana nggak kecewa tuh?

Sobat muda muslim, kita juga empati sama kamu semua yang kebetulan gagal UAN-nya. Memang kecewa dan sedih, apalagi kalo selama sekolah kita tuh udah nunjukkin prestasi kita yang hebat dibanding teman-teman lain, eh, pas UAN nilai kita jeblok.
Mungkin wajar juga kalo kamu yang merasa kecewa kemudian unjuk rasa ngedatangin Depdiknas atau malah DPR untuk minta dukungan agar diluluskan, atau seenggaknya minta UAN diulang secepatnya, ketimbang harus nungguin setahun lagi. Sebagai reaksi sesaat, itu masih bisa dimaklumi. Karena rasa marah, kecewa, kesal dan sedih bercampur jadi satu. Nggak nyangka kalo sampe nggak lulus.

Memang sih kalo dilihat sekilas nggak bisa dibilang adil. Gimana nggak, ternyata UAN menjadi satu-satunya syarat kelulusan siswa. Nggak ada penilaian lain untuk menentukan kelulusan. Artinya, hasil UAN jadi mutlak dan nggak bisa diganggu-gugat oleh siapa pun. Sampe-sampe Mendiknas Bambang Soedibyo dengan tegas bilang kalo UAN nggak bakalan bisa diulang, bahkan beliau berkomentar, “Muridnya juga harus introspeksi. Apakah murid tersebut belajar untuk ujian nasional atau tidak. Kalau dia lulus PMDK, tapi dia tidak lulus ujian nasional, perguruan tingginya yang harus introspeksi. Apakah penilaiannya sudah benar? Kok dia bisa diterima, padahal dia tidak lulus ujian nasional. Sudah diterima di Unibraw tapi nilai matematikanya 4,” kata Soedibyo (metrotvnews.com, 20/06/2006)

Senada dan seirama dengan Mendiknas Bambang Soedibyo, Wapres Jusuf Kalla juga menolak usulan kalo UAN harus diulang. Menurutnya, “Ujian ulang tidak adil bagi siswa yang telah bekerja keras” (metrotvnews.com, 23/06/2006)

Sobat, tulisan di buletin kesayangan kamu ini sekadar memberikan wacana bahwa inilah potret dunia pendidikan kita saat ini. Inilah kualitas pendidikan ‘made in’ Kapitalisme. Eit, tentu kita punya alasan dong ketika berani nuduh Kapitalisme sebagai biangnya dari kasus ini. Bukti yang udah ketahuan banget adalah produk kehidupan kita saat ini. Bukan cuma gaya hidup sehari-hari yang rusak, tapi kurikulum pendidikan yang jauh dari ajaran Islam. Sumpah deh!


Kurikulum yang sekularistik

Bro, nggak heran dong kalo Kapitalisme mengadopsi sekularistik. Wong sekularisme adalah akidahnya Kapitalisme kok. Sebuah sistem pasti akan melahirkan produk sesuai dengan asas yang menjadi landasan ideologinya. So, nggak usah heran kalo kurikulum pendidikan saat ini yang merupakan bagian dari produk sistem pun akhirnya sesuai kepentingan sistem itu sendiri. Jadinya? Ya ikut-ikutan sekuler dong!
Nah, kenapa bisa disebut sekuler? Perlu kita ingetin lagi nih bahwa sekuler itu adalah memisahkan antara agama dan kehidupan. Artinya aturan agama nggak boleh dan bahkan terlarang untuk ikutan ngatur kehidupan dunia. Udah ada jatahnya masing-masing. Nggak boleh saling ikut campur dan saling intervensi. Buktinya, kita bisa nemuin ada orang yang memiliki nama islami, tapi kelakuannya jauh dari ajaran Islam.
Berasal dari keluarga Muslim, tapi kehidupannya bertentangan dan bahkan menentang Islam. Ini buah sekularisme, Bro.

Oya, jangan kaget, sekularisme juga ikut menghancurkan pemeluk agama selain Islam, lho. Nggak percaya? Hmm... di negeri-negeri Barat, kini pemeluk agama Nasrani kian nggak taat pada ajarannya karena digerus sekularisme. Di Amsterdam, sebagai misal, 200 tahun lalu, 99 persen penduduknya beragama Kristen. Sekarang, hanya tersisa sekitar 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Sebagian besar mereka sudah tidak terikat lagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Waduh!
Di Prancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali. Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa “agama sudah tidak diperlukan lagi.”

Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu. (Adian Husaini dalam tulisannya di Republika, 27 Juli 2004)

Nah, di negeri kita juga sama. Mungkin kalo di KTP sih pas di kolom agama tercantum Islam. Tapi, berapa persen sih yang taat menjalankan agamanya? Seenggaknya kalo pelaksanaan shalat aja yang jadi ukurannya, berapa persen sih yang rajin shalat? Memang sih harus ada survey. Tapi yang pasti, kalo ngelihat gelagatnya, masyarakat kita juga udah sekuler, lho. Lihat aja produknya saat ini. Siapa sih yang jadi ‘bintang utama’ acara Buser, Sergap, Patroli, TKP dan sejenisnya?

Yap, mereka yang jadi bintang utama itu tangannya diborgol dan mengenakan baju bertuliskan “tahanan”. Banyak di antara mereka yang namanya tuh islami, jelas orang Islam. Tapi, ya kelakuannya udah jauh dari ajaran Islam. Eh, saya nulis gini bukan sok suci lho, tapi sekadar renungan aja ternyata banyak dari kita yang udah jadi sekuler. Benar-benar tragedi, Brur!

Itu sebabnya, jangan heran juga kalo kurikulum pendidikan nasional pun muatannya sekuler, mengejar aspek materi alias materislitik belaka. Alat ukur kesuksesan hanya dinilai dari keberhasilan secara materi. Tengok deh, sekolah bukan semata tempat mencari ilmu, tapi sudah disulap untuk ditargetkan mencari pekerjaan bahkan lebih parah lagi sekadar tempat sosialisasi dan menerapkan gaya hidup seperti yang kerap ditampilkan di banyak tayangan sinetron remaja saat ini. Menyedihkan banget.

Kurikulum pendidikan yang sekularistik itu juga nyata banget dari adanya pembagian sekolah umum dan sekolah agama. Pemisahan ini jelas merupakan bagian dari upaya sekularisme di bidang ilmu pengetahuan. Sebab, yang hebat tuh kalo menghasilkan pelajar yang handal di bidang keterampilan ilmu-ilmu umum, tapi juga beriman dan bertakwa. Ini baru hebat. Sebagai contoh, salah seorang imam mazhab yang terkenal, yakni Imam Abu Hanifah, selain master di bidang ilmu fikih dan tsaqafah Islam, tapi beliau juga pakar di bidang ilmu kimia. Wuih, keren banget kan?

Karena udah dibiasakan dipisah-pisahkan aturan agama dan aturan negara, maka akibatnya dalam kehidupan sehari-hari pun nampak jelas perilaku sekuler itu. Ngakunya muslimah, tapi keluar rumah nggak pake kerudung dan jilbab. Ngakunya muslim, tapi makan dan minum yang haram. Ah, menyedihkan banget deh. Itu baru soal pakaian dan minuman lho, belum pelaksanaan syariat yang lainnya. Jadi, kita tuh sering ‘malpraktek’ dalam berIslam alias melaksanakan ajaran Islam nggak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan RasulNya.


Kenakalan negara dan masyarakat

Jangan selalu menyalahkan remaja dan menyebutnya: kenakalan remaja. Why? Sebab remaja lebih tepat sebagai korban. Karena yang lebih bertanggung jawab adalah masyarakat dan negaranya. Negara dan masyarakat telah berbuat nakal karena telah terbukti menerapkan aturan yang menyesatkan dan membuat sengsara kebanyakan orang. Yap, negara dan masyarakat menerapkan Kapitalisme-Sekularisme. Ini sebetulnya biang keroknya.

Mau bukti? Kalo memang benar negara dan masyarakat ingin memajukan pendidikan di negeri ini, maka sudah seharusnya memberikan dukungan bagi pendidikan anak-anak bangsanya. Nggak kayak sekarang, bangunan sekolahnya aja banyak yang nggak layak untuk ditempati. Bahkan gaji guru yang mengabdi di desa-desa jauh lebih kecil kalo nggak mau dikatakan tekor sehingga harus membagi perhatian mendidik dengan mencari nafkah tambahan biar dapur tetep ngebul.

Sobat, dari dua faktor ini aja, udah bisa ditebak gimana bisa menghasilkan kualitas pelajar yang oke dan handal. Tempat belajar nggak nyaman, dan gurunya setengah hati mendidiknya. Belum lagi soal kurikulum, ditambah lagi dengan biaya yang mahal (artinya nggak semua orang bisa menyekolahkan anaknya), udah gitu masih ada juga beban biaya untuk beli buku pelajaran yang tiap semester berganti dan lain sebagainya. Orangtua kita yang nggak mampu pasti ngebul tuh ubun-ubunnya mikirin soal ini.

Belum lagi kalo bicara soal gaya hidup. Sudahlah di sekolah nggak mendapatkan pelajaran yang memadai, di lingkungan sekitar justru pelajar dibombardir dengan suguhan yang menjauhkan dari tradisi yang berkaitan dengan keilmuan. Tengok deh acara televisi macam KDI, AFI, Indonesian Idol, API, ABG, dan sejenisnya. Marak dan gemerlapan menyedot perhatian dan menciptakan mimpi untuk menjadi bintang tenar dan tajir dalam sekejap.

Bersamaan dengan itu tradisi keilmuan nyaris nggak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Mereka yang berjaya di bidang iptek seringkali dianggap biasa, ketimbang remaja yang menang kontes KDI atau AFI. Menyedihkan banget. Wajar dong, kalo banyak juga yang kemudian malas belajar karena udah dikondisikan dengan tren gaya hidup serba instan, fermisif, bahkan hedonis.

Sobat, tentu saja kondisi akibat kenakalan negara dan masyarakat ini udah merugikan semuanya, bukan cuma kita-kita yang jadi korban. Tapi semua mendapatkan akibatnya. Bayangin deh, kalo banyak anak yang nggak berilmu, kira-kira 10 tahun ke depan kayak apa bangsa ini? Kalo banyak dari kita lebih memilih gaya hidup glamour ketimbang tradisi keilmuan dan keimanan, mau jadi apa kita 10 tahun ke depan?
So, negara memang harus bertanggung jawab soal ini. Masyarakat juga (sekolah, pengusaha media massa, para ulama, dan tokoh masyarakat lainnya) harus peduli dan cinta sama generasi muda. Jangan korbankan masa depan generasi ini dengan model pendidikan (termasuk tentunya kehidupan secara umum dan luas) yang sekuler.

Sobat, insya Allah kejadian model begini hanya bisa diselesaikan dengan Islam. Karena Islam memang solusi bagi segala problem kehidupan di dunia. Percayalah. Asal, satu syaratnya: Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Kalo nggak? Mimpi kali ye!

Khusus dalam bidang pendidikan nih, menurut Islam, sekolah diposisikan sebagai sarana pertama untuk mengenalkan Allah Swt., akidah Islam, dan sistem hukum Islam, serta mendidik siswa agar paham dan mengerti praktik sistem hukum Islam. Sebab, Islam bukan sekadar ajaran ritual, melainkan sistem hidup yang bersifat ideologis dan politis. Setelah itu, barulah sekolah ditempatkan sebagai wahana untuk menuntut ilmu, sains, dan teknologi untuk memperoleh manfaat dari hasil-hasil temuan dan produk akal manusia berupa industri dan sains.

Dengan demikian, tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia yang beriman, berilmu, dan tentu saja pandai menghiasi kehidupannya dengan amal shaleh. Lha, kalo sekarang? Duh, Kapitalisme udah menggerus kepribadian kita: akhlak yang rusak, termasuk kualitas penguasaan ilmu pengetahuannya yang kurang bagus. Jadi, kalo masih banyak pelajar yang nggak lulus UAN, tentu kesalahan bukan cuma pada pelajar tersebut, tapi ideologi yang mengatur kehidupan ini yang wajib disalahkan. Itu sebabnya, mending “talak tiga” aja terhadap Kapitalisme, dan ganti dengan Islam.