Senin, 29/03/2010 18:15 WIB
Pendidikan di Persimpangan Jalan
Yogie Suryo - suaraPembaca
Jakarta - Pendidikan yang sejatinya adalah hak bagi setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayainya seperti yang tertulis dalam pasal 31 UUD 45. Akan tetapi kini pemerintah lebih memilih untuk menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS).
Pada perjanjian World Trade Organisation (WTO) itulah awal dari skenario liberalisasi di Tanah Air. Padahal pendidikan adalah tanggung jawab negara.
Salah satu bunyi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa". Dari bunyi tersebut jelas bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan nasional. Namun, menjadi hal yang ironis jika mencermati duka nestapa pendidikan kita pada saat ini.
Ketidakmampuan negara dalam memulihkan keadaan telah berdampak besar terhadap dunia pendidikan. Dengan tingkat inflasi yang besar sementara subsidi dan kenaikan anggaran pendidikan yang tidak seimbang telah memaksa berbagai institusi pendidikan untuk mencari sumber pendanaan lain yang kreatif.
Namun, lagi-lagi para pengelola pendidikan tidak ingin berpikir panjang dan membebankan kekurangan dana pendidikan pada dana masyarakat. Salah satu dari dana masyarakat tersebut adalah melalui peserta didik.
Hal ini terjadi baik pada pendidikan dasar dan menengah maupun sampai pada pendidikan tinggi. Akibatnya di tengah keterpurukan bangsa justru banyak generasi penerus bangsa yang harus putus sekolah. Sementara di sisi lain mereka adalah calon-calon pemimpin bangsa di masa depan.
Pendidikan dan KebudayaanPada zaman dahulu pendidikan itu tidak bisa dipisahkan dari yang namanya kebudayaan. Begitu juga sebaliknya kebudayaan pun tak dapat dipisahkan dari pendidikan.
Dengan demikian pendidikan itu merupakan suatu proses memanusiakan manusia yang tidak dapat melepaskan diri dari kebudayaan. Kebudayaan juga tidak dapat memisahkan diri dari pendidikan. Karena itu salah departemen kita dulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun, pada zaman setelah orde baru selesai, sebut saja pada masa Pemerintahan Gus Dur, istilah merekatnya pendidikan dan kebudayaan menjadi tidak lagi inheren. Hal itu membuat dunia pendidikan Indonesia menjadi tidak karuan saat ini.
Timbulnya kapitalisasi dan kesenjangan di sana–sini salah satu contohnya seperti berdirinya SBI (sekolah bertaraf internasional) di SMP dan SMA negeri belakangan ini dengan biaya yang lebih mahal dan penerapan kurikulum dengan standar internasional (menggunakan Bahasa Inggris dan sebagainya).
Hal ini memperjelas bahwa telah terbentuknya pemilahan dengan berbagai strata yang membiaskan tujuan serta hakikat pendidikan sebenarnya.
Fenomena Bimbingan Belajar
Menjamurnya bimbingan belajar saat ini menjadikan suatu fenomena menarik dan catatan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini dibarengi oleh naiknya tingkat kesukaran yang harus ditempuh siswa untuk mendapatkan predikat lulus ujian akhir nasional dan proses SNMPTN atau ujian tertulis lainnya untuk masuk PTN.
Bimbingan belajar atau les seolah menjadi simbol status dan indikasi bahwa masyarakat menjadi care dengan dunia pendidikan. Karena, dengan demikian sistem dan syarat kelulusan menjadi tantangan bagi siswa.
Namun, di sisi lain sekolah merupakan tempat resmi untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dan proses–proses pendidikan lainnya. Terutama di sekolah negeri. Merekalah yang seharusnya memiliki otoritas sebagai tempat untuk menyelenggarakan pendidikan akhirnya pun dipertanyakan peranannya.
Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan belajar. Terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hal ini terjadi karena para siswa merasa tidak puas dengan pengajaran yang diberikan guru–guru mereka di dalam bangku sekolah.
Pada kenyataannya bimbingan belajar tidak hanya memberikan materi pembelajaran semata. Tetapi, juga memberikan dan menyampaikan metode tentang kiat belajar yang efektif. Kiat-kiat menghadapi ujian nasional. Cara–cara praktis menjawab soal dan sebagainya yang tidak diberikan di dalam bangku sekolah pada umumnya.
Bicara mengenai pendidikan tidak seperti bicara 'dua kali dua sama dengan empat'. Tetapi, pendidikan itu banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan menentukannya. Kembali lagi ke sistem yang dijadikan sebagai akar rumput ke mana pendidikan ini akan mengarah, dan pendidikan senantiasa mengantarkan perubahan dalam suatu bangsa.
Yogie Suryo
Jl Antariksa Gg Pluto No 1 Ngoresan Jebres Solo
yogie.tekkimuns@yahoo.co.id
085725080623
Pendidikan di Persimpangan Jalan
Yogie Suryo - suaraPembaca
Pada perjanjian World Trade Organisation (WTO) itulah awal dari skenario liberalisasi di Tanah Air. Padahal pendidikan adalah tanggung jawab negara.
Salah satu bunyi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa". Dari bunyi tersebut jelas bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan nasional. Namun, menjadi hal yang ironis jika mencermati duka nestapa pendidikan kita pada saat ini.
Ketidakmampuan negara dalam memulihkan keadaan telah berdampak besar terhadap dunia pendidikan. Dengan tingkat inflasi yang besar sementara subsidi dan kenaikan anggaran pendidikan yang tidak seimbang telah memaksa berbagai institusi pendidikan untuk mencari sumber pendanaan lain yang kreatif.
Namun, lagi-lagi para pengelola pendidikan tidak ingin berpikir panjang dan membebankan kekurangan dana pendidikan pada dana masyarakat. Salah satu dari dana masyarakat tersebut adalah melalui peserta didik.
Hal ini terjadi baik pada pendidikan dasar dan menengah maupun sampai pada pendidikan tinggi. Akibatnya di tengah keterpurukan bangsa justru banyak generasi penerus bangsa yang harus putus sekolah. Sementara di sisi lain mereka adalah calon-calon pemimpin bangsa di masa depan.
Pendidikan dan KebudayaanPada zaman dahulu pendidikan itu tidak bisa dipisahkan dari yang namanya kebudayaan. Begitu juga sebaliknya kebudayaan pun tak dapat dipisahkan dari pendidikan.
Dengan demikian pendidikan itu merupakan suatu proses memanusiakan manusia yang tidak dapat melepaskan diri dari kebudayaan. Kebudayaan juga tidak dapat memisahkan diri dari pendidikan. Karena itu salah departemen kita dulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun, pada zaman setelah orde baru selesai, sebut saja pada masa Pemerintahan Gus Dur, istilah merekatnya pendidikan dan kebudayaan menjadi tidak lagi inheren. Hal itu membuat dunia pendidikan Indonesia menjadi tidak karuan saat ini.
Timbulnya kapitalisasi dan kesenjangan di sana–sini salah satu contohnya seperti berdirinya SBI (sekolah bertaraf internasional) di SMP dan SMA negeri belakangan ini dengan biaya yang lebih mahal dan penerapan kurikulum dengan standar internasional (menggunakan Bahasa Inggris dan sebagainya).
Hal ini memperjelas bahwa telah terbentuknya pemilahan dengan berbagai strata yang membiaskan tujuan serta hakikat pendidikan sebenarnya.
Fenomena Bimbingan Belajar
Menjamurnya bimbingan belajar saat ini menjadikan suatu fenomena menarik dan catatan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini dibarengi oleh naiknya tingkat kesukaran yang harus ditempuh siswa untuk mendapatkan predikat lulus ujian akhir nasional dan proses SNMPTN atau ujian tertulis lainnya untuk masuk PTN.
Bimbingan belajar atau les seolah menjadi simbol status dan indikasi bahwa masyarakat menjadi care dengan dunia pendidikan. Karena, dengan demikian sistem dan syarat kelulusan menjadi tantangan bagi siswa.
Namun, di sisi lain sekolah merupakan tempat resmi untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dan proses–proses pendidikan lainnya. Terutama di sekolah negeri. Merekalah yang seharusnya memiliki otoritas sebagai tempat untuk menyelenggarakan pendidikan akhirnya pun dipertanyakan peranannya.
Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan belajar. Terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hal ini terjadi karena para siswa merasa tidak puas dengan pengajaran yang diberikan guru–guru mereka di dalam bangku sekolah.
Pada kenyataannya bimbingan belajar tidak hanya memberikan materi pembelajaran semata. Tetapi, juga memberikan dan menyampaikan metode tentang kiat belajar yang efektif. Kiat-kiat menghadapi ujian nasional. Cara–cara praktis menjawab soal dan sebagainya yang tidak diberikan di dalam bangku sekolah pada umumnya.
Bicara mengenai pendidikan tidak seperti bicara 'dua kali dua sama dengan empat'. Tetapi, pendidikan itu banyak sekali faktor yang mempengaruhi dan menentukannya. Kembali lagi ke sistem yang dijadikan sebagai akar rumput ke mana pendidikan ini akan mengarah, dan pendidikan senantiasa mengantarkan perubahan dalam suatu bangsa.
Yogie Suryo
Jl Antariksa Gg Pluto No 1 Ngoresan Jebres Solo
yogie.tekkimuns@yahoo.co.id
085725080623
Putuskan mata rantai 'Mafia Berkeley' dan ketergantungan ama USA-UN dg IMF dan WBnya... baru nampak jln lrs di negeri ini...
ReplyDelete